Jumat, 23 September 2011

Sejarah Bekam


Hippocrates (460-377 SM)
Bekam (atau hijamah, cupping, blood letting, kop, cantuk, dan banyak istilah lainnya) sudah dikenal sejak zaman dulu, dari kerajaan Sumeria, berkembang sampai Babilonia, Mesir, Saba, Persia, dan Romawi. Pada zaman Rasulullah, beliau menggunakan kaca berupa cawan atau mangkuk tinggi.
Pada zaman kekaisaran Romawi, membekam dengan sejenis mangkuk (cupping) merupakan praktik yang populer. Tujuannya adalah mengeluarkan zat-zat beracun dan “cairan tubuh yang jahat” dari tubuh. Sebuah mangkuk berisi sehelai kain yang menyala ditekankan pada kulit. Pembakaran tersebut menghabiskan oksigen udara yang terdapat di dalam mangkuk. Karena setengah hampa udara, mangkuk tersebut menyedot tubuh kuat-kuat. Pembekaman kering dilakukan pada kulit yang tidak terluka; sedangkan pembekaman basah dilakukan pada kulit yang terluka atau bagian yang sengaja diiris, untuk mengeluarkan darah, nanah, dan cairan lainnya (Parker, 1996).

Hippocrates (460-377 SM), Cornelius Celsus (20 SM-45M), Claudius Galen (130-200 M) memopulerkan cara pembuangan secara langsung dari pembuluh darah untuk pengobatan di zamannya. Dalam melakukan teknik pengobatan tersebut, jumlah darah yang keluar cukup banyak, sehingga tidak jarang pasien pingsan. Cara ini juga sering digunakan oleh orang Romawi, Yunani, Bizantium, dan Itali oleh para rahib yang meyakini akan keberhasilan dan khasiatnya.
Pada zaman Cina kuno hijamah disebut “perawatan tanduk” karena medianya menggunakan tanduk. Seorang herbalis Ge Hong (281-341 M) dalam bukunya A Handbook of Prescriptions for Emergencies menggunakan tanduk hewan untuk membekam/mengeluarkan bisul yang disebut teknik “jiaofa”. Sedangkan di masa Dinasti Tang, bekam dipakai untuk mengobati TBC paru-paru.
Pada kurun abad ke-18 (abad ke-13 Hijriah), orang-orang Eropa menggunakan lintah sebagai alat untuk hijamah (disebut leech therapy). Pada tahun 1833 (Parker, 1996), 40 juta lintah diimpor ke negara Perancis untuk tujuan itu. Lintah-lintah itu dilaparkan tanpa diberi makan. Jadi bila disangkutkan pada tubuh manusia, dia akan terus menghisap darah tadi dengan efektif. Setelah kenyang, ia tidak berupaya lagi untuk bergerak dan terus jatuh lantas mengakhiri upacara hijamahnya. Terapi lintah ini masih dipraktikkan sampai sekarang.
Kini pengobatan ini dimodifikasi dengan sempurna dan mudah pemakaiannya sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah dengan menggunakan suatu alat yang praktis dan efektif. Disebutkan oleh Curtis N.J (2005), dalam artikel Management of Urinary Tract Infections: Historical Perspective and Current Strategies: Part 1-before antibiotics (Journal of Urology. 173(1):21-26, January 2005), bahwa buku teks kedokteran tertua Ebers Papyrus yang ditulis sekitar tahun 1550 SM di Mesir kuno menyebutkan masalah Bekam.
[Diambil dari Wikipedia entri “bekam”, dengan pengeditan seperlunya. Sumber lain yang lebih otoritatif: Steve Parker, Jendela Iptek: Ilmu Kedokteran, Jakarta: Balai Pustaka, edisi kedua, 1996]

Lihat juga blog saya yang lain:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar